Pada LOGIKA 2011 terdahulu saya ditugaskan menjadi jenlap di daerah penyisihan Surabaya, saat itu saya dibantu oleh beberapa teman yakni Sandy, Budhi, Agung, Ai dan Icha. Kami menuju Surabaya menggunakan angkutan kereta api ekonomi, saya dengan Sandy, Budhi, Agung dan Ai berangkat bersama dari stasiun Pasar Senen sedangkan Icha akan menyusul ketika kita sudah sampai di Surabaya karena dia akan berangkat dari Blitar.
Dari kiri : saya, Sandy, Icha, Ai, Budhi, Agung sedang berfoto di depan baliho LOGIKA '11 |
Jika boleh jujur bukan pedagang asongan yang mengganggu saya selama perjalanan namun pihak KAI-nya sendirilah yang menyebalkan, karena nomor tempat duduk yang kami tempati dari Jakarta dijual kembali kepada orang lain di daerah sekitar Cirebon-Tegal sehingga kami harus duduk berdesak-desakkan dari Tegal sampai sebelum Surabaya. Bayangkan, tempat duduk yang berkapasitas empat orang tiketnya dimiliki oleh enam atau tujuh orang, maka tak heran bagi saya bila dahulu ketika lebaran tiba, gerbong kereta ekonomi seperti barak pengungsian yang sudah overload kapasitasnya.
Ketidaknyamanan tersebut tuntas dibayar ketika pagi harinya, saya melihat secara langsung bagaimana kuningnya sawah, hijaunya pemandangan dan keindahan alam lainnya yang sangat jarang terlihat di Jakarta. Selain itu, udara yang masuk dari sela-sela jendela gerbong kereta memberikan kesegaran tersendiri bagi saya. Keadaan seperti itulah yang membuat saya ingin melakukan perjalanan kembali dengan kereta ekonomi.
Sesampainya di Surabaya kami disambut dengan sangat hangat oleh kawan-kawan ITS, ada Mas Benny, Mas Sholeh dan kawan-kawan ITS lainnya yang sangat ramah membantu kelancaran kegiatan penyisihan LOGIKA 2011 di Surabaya. Yah di Surabaya lokasi babak penyisihan LOGIKA '11 diadakan di gedung Matematika ITS dan alhamdulillah ketika itu semuanya berjalan lancar. Di Surabaya sendiri, kami menginap di kontrakan Mas Sholeh dkk, di sana kami menghabiskan waktu kurang lebih tiga hari dua malam. Selain melaksanakan tugas utama dari Depok, kami juga menyempatkan diri berpetualang di kota Surabaya, hal ini menjadi semakin mudah karena ayahnya Agung memiliki teman di Surabaya dan temannya tersebut memberikan kita sebuah mobil + supir untuk sarana transportasi selama di Surabaya.
Hal pertama yang membedakan antara Depok dan Surabaya bagi mahasiswa seperti saya adalah biaya hidupnya, di Surabaya dengan uang 8500 saya sudah bisa mendapatkan nasi, ayam goreng, tahu, tempe dan es jeruk sedangkan di Depok untuk mendapatkan makanan tersebut pasti harganya lebih dari 8500. Selain itu, biaya kontrakan atau kos-kosan di sekitar ITS lebih murah dibanding di sekitar UI, ditambah lagi dengan biaya-biaya lainnya yang menurut saya cukup murah bila dibandingkan dengan biaya-biaya yang ada di Depok.
Setelah menyelesaikan penyelisihan LOGIKA di wilayah Surabaya, pada esoknya kami menyempatkan untuk berkeliling Surabaya. Melewati jembatan Suramadu (meski hanya melewati saja tanpa turun dari mobil saat di Pulau Madura), makan lontong balap, melihat daerah kota tua Surabaya (hampir mirip dengan daerah kota tua di Jakarta), melihat stadion 10 November yang selalu disesaki Bonek Mania ketika Persebaya berlaga dan aktifitas-aktifitas lainnya yang membuat kami mengenal Surabaya secara sekilas.
Akhirnya, semua kegiatan telah selesai dan waktunya kami untuk kembali ke Depok. Saat itu, ada hal yang menarik kembali untuk diceritakan yakni ketika kami pulang ternyata sedang terjadi kerusuhan antara Bonek dengan pendukung Persela Lamongan dan isunya ada salah satu suporter Persela Lamongan yang meninggal dunia akibat kerusuhan tersebut. Kejadian ini salah satunya berdampak pada kereta api, jadi setiap kereta yang menuju atau keluar dari Surabaya pasti melewati kota Lamongan dan saat itu kereta yang lewat tersebut dilempari dengan batu entah oleh warga Lamongan atau suporter Persela yang ingin membalas dendam teman mereka. Hal ini membuat kami sedikit was-was apalagi ditambah dengan pernyataan pedagang yang menyarankan untuk jauh-jauh dari jendela dan pada saat itu orang yang dekat dengan jendela adalah Agung dan Budhi. Selain kejadian tersebut, ada juga kejadian yang lebih menyedihkan ternyata balckberry Agung hilang ketika telah sampai di Jakarta dan kami menduga handphone tersebut hilang ketika kita semua sedang tertidur di kereta sehingga kita tidak menyadari bahwa ada pencuri mengambil blackberry Agung. Yah meskipun ujungnya cukup menyedihkan tapi secara umum pengalaman yang saya dapatkan dari perjalanan ke Surabaya sungguh mengesankan dan menambah pengalaman saya untuk lebih berhati-hati ketika suatu saat kembali menaiki kereta ekonomi di Pulau Jawa.
0 comments:
Posting Komentar